Diah Asrini
Sabtu, 19 Januari 2013
KISAH
Seorang ibu berusia 59 tahun bernama Hastuti di Jati Asih Bekasi saat itu sedang gamang. Ia tengah berdiri di sebuah konter bank setelah menarik dana sebesar 1 juta rupiah dari Teller. Rasa sedih menghinggapinya lagi. Hampir saja ia menangis meratapi jumlah saldo tabungannya yang kini tersisa 7 juta sekian.
Bukan masalah duit yang tersisa yang sebenarnya yang membuat ia hampir menangis. Namun, sungguh saldo itu semakin jauh saja dari Biaya Setoran Haji yang berjumlah 28 juta.
Sudah berkali-kali ia mencoba menyisihkan uang yang ia miliki untuk dapat berhaji. Namun sudah berulang kali angka saldo itu tidak pernah lebih dari 8 juta. Setiap kali sampai angka tersebut, selalu ada saja keperluan mendesak yang harus ia tutupi. Jadi, saldo di tabungan bukannya makin bertambah, yang ada selalu kurang dan berkurang.
Semalam Hastuti tak kuasa menahan gundahnya. Ia laporkan kegalauannya kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dalam doa dan munajat.
Seolah mendapat ilham dari Allah, paginya ia menarik dana sebesar 1 juta. Kali ini dana yang ia tarik bukan untuk keperluannya pribadi, namun uang sejumlah itu akan ia infakkan kepada anak-anak yatim yang berada di lingkungannya.
Sejak pagi, ibu Hastuti sudah keluar dari rumah. Menjelang sore, baru ia kembali setelah mengambil uang di bank dan kemudian membagikannya kepada anak-anak yatim di sekitar.
Ia tiba di rumah pada pukul setengah empat sore. Ia langsung menuju kamar. Usai ganti baju dan shalat Ashar, ia panggil pembantunya yang bernama Ijah untuk membuatkan secangkir teh.
Ijah pun datang dan membawakan teh untuk sang Majikan. Dalam rumah seluas 200 meter itu, hanya mereka berdua yang mendiami. Ibu Hastuti adalah seorang perempuan yang sudah belasan tahun menjanda. Ia memilik 3 orang putra dan 2 putri. Kini semuanya telah berkeluarga dan meninggalkan rumah. Ibu Hastuti tinggal sendiri bersama Ijah dalam masa tuanya. Hal ini mungkin adalah sebuah potret lumrah masyarakat modern Indonesia zaman sekarang.
Saat Ijah datang membawa teh pesanan majikannya. Setelah meletakkan cangkir teh di meja, Ijah mendekat ke arah majikannya untuk memyampaikan sebuah berita.
"Bu..., tadi saat ibu pergi, den Bagus datang kira-kira jam 9. Ia tadinya mencari ibu, tapi karena ibu gak ada di rumah, ia nulis surat dan nitipkan sebuah amplop cokelat."
Ibu Hastuti pun kemudian mengatakan, "Oalah... Kok nggak bilang-bilang kalau mau datang. Aku khan juga kangen. Sudah lama gak ketemu. Ayo, mana Jah suratnya. Mungkin dia juga kesel sudah datang jauh-jauh tapi gak ketemu dengan bundanya."
Ijah pun masuk kembali untuk mengambil surat den Bagus dan amplop yang dititipkan. Amplop cokelat itu seperti berisikan sejumlah uang. Bentuknya pun tebal. Apalagi dalam amplop tersebut bertuliskan logo sebuah bank. Namun hasrat untuk membuka amplop itupun ditahan oleh Bu Hastuti. Tangannya kemudian bergerak ke selembar kertas yang disebut sebagai surat oleh Ijah.
Bu Hastuti mulai membacanya. Diawali dengan basmalah dan salam, surat itu dibuka. Tak lupa ucapan dan doa kesehatan untuk bunda dari anak-anaknya.
Tak lebih dari 2 menit, surat itu telah selesai dibaca oleh ibu Hastuti. Namun dalam masa yang singkat itu, air mata membanjiri kedua matanya, mengalir deras menetesi pipi dan beberapa bulir terlihat jatuh di surat yang ia pegang. Kemudian ia pun mengintip uang yang berada dalam amplop cokelat itu. Kemudian ia berucap kata "Subhanallah!" berulang-ulang seraya memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan atas anugerah yang tiada terkira.
Seusai mengontrol hatinya, ia segera menelpon Bagus, anak pertamanya. Saat nada sambung terdengar, ia menarik nafas yang dalam. Begitu tersambung, bu Hastuti langsung mengucapkan salam dan mengatakan,
"Terima kasih ya Nduk... Subhanallah, padahal baru semalam ibu berdoa mengadu kepada Allah kepingin berhaji, tapi ibu malu mau cerita kepada kalian semua. Takut ngerepotin... Eh, kok malah pagi-pagi kalian semua sudah nganterin duit sebanyak itu. Makasih ya, Nak... Nanti ibu juga mau telponin adik-adikmu yang lain. Semoga murah rezeki dan tambah berkah!"
Di seberang sana, Bagus putra pertamanya berkata,
"Sama-sama bu... Itu hanya kebetulan kok. Beberapa hari lalu, saya ajak adik-adik untuk rembugan supaya dapat menghajikan ibu. Kebetulan kami semua lagi diberi kelapangan, maka Alhamdulillah uang itu dapat terkumpul. Mudah-mudahan ibu bisa berhaji selekas mungkin...."
Nada suara Bagus terdengar ceria oleh ibunya. Seceria hati Hastuti kini. Sudah lama ia bersabar untuk dapat berhaji ke Baitullah.
Alhamdulillah setelah penantian sekian lama, Allah lapangkan jalan bu Hastuti untuk datang ke rumah-Nya dengan begitu mudah. Dengan dana Rp 30 juta dari anak-anaknya, niat untuk berhaji pun ia wujudkan pada tahun 2004.
Walillahil Hamd!
Sungguh dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Sungguh dalam setiap kesulitan, ada kemudahan! (QS. Al-Insyirah [94] : 5-6)
Pilihlah jodoh dengan dua cara..
-- Pertama, jadilah orang yang baik. Insya Allah, kita akan mendapat jodoh yang baik.
-- Kedua, ikutlah pilihan orang yang baik. Orang yang baik akan memilih yang baik untuk jadi pasangan hidup kita.”
+++
Prinsip jodoh itu :
Berikanlah yang terbaik untuk Allah maka Allah akan berikan yang terbaik untukmu...Cintailah Allah sungguh-sungguh(Q.S.3:31)... maka Allah akan kirimkan orang yang mencintaimu karena Allah... Sayangilah Allah dengan segenap jiwa ragamu.. maka akan Allah kirimkan orang yg menyayangimu segenap jiwa raganya...(Q,S.24:26)
Perencanaan Pajak
1. Menganalisis
Informasi Yang Dimiliki Perusaahaan
Informasi
yang terkait laporan keuangan pada PT.
ADIS yaitu sebagai berikut:
a. Uang
lembur, diberikan kepada karyawan yang terlibat langsung dalam pengerjaan tugas
tertentu yang telah bekerja lebih dari jam kerja normal yaitu di atas pukul
lima sore sampai dengan pukul tujuh malam. Uang lembur hanya diberikan kepada
golongan tertentu saja dan diterma karyawan bersamaan dengan gaji bulanan.
b. Tunjangan
makan diberikan bersamaan dengan gaji bulanan berdasarkan jumlah hari kerja
karyawan, besarnya tunjangan diberikan sesuai dengan golongan masing-masing
karyawan.
c. Tunjangan
transportasi kepada karyawan untuk membantu biaya transportasi pulang dan
pergi dan ke tempat kerja yang diberikan
bersama gaji bulanan berdasarkan jumlah hari kerja karyawan. Khusus untuk
posisi direksi dan setingkat manajer mendapatkan fasilitas kendaraan yaitu
mobil melalui system COP (Car Ownership Program), dimana biaya pembelian mobil
sebagian dibiayakan oleh perusahaan dengan budget
khusus yang telah disediakan dan
selebihnya ditanggung karyawan tersebut, dengan perjanjian mobil dapat dibawa
pulang karyawan dan BPKB kendaraan tersebut tetap atas nama karyawan namun dupegang oleh perusahaan dalam jangka waktu 5
tahun sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan.
Hal
ini dimaksudkan agar dalam jangka waktu tersebut tetap dimiliki ikatan kerja
sebagai karyawan atau dengan kata lain tidak boleh mengundurkan diri dari
perusahaan. Setelah melewati masa 5 tahun. BPKB tersebut dapat dipegang oleh
karyawan. Untuk biaya-biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan penggunaan
kendaraan tersebut baik fasilitas perbaikan dan perawatan suku cadang kendaraan
seperti bensin, ili dan lain sebagainya ditanggung oleh perusahaan dengan
memberikan tunjangan COP yang dibayar bersama dengan gaji bulanan dan
perusahaan telah memotong pajak atas tunjangan tersebut. Atas pemberian
fasilitas transportasi ini, perusahaan akan terkena risiko dikoreksi oleh pihak
fiskus yaitu koreksi positif, karena dapat diartikan sebagai pemberian natura
atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.
d. Selain
memberikana tunjangan kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan, perusahaan
juga memberikan biaya pengobatan dan rumah sakit kepada karyawan dan atau
keluarga karyawan yang menderita sakit ringan biasa atau melakukan rawat inap dirumah sakit yang
besarnya disesuaikan dengan system batas atas (plafon) yang berbeda-beda tiap
golongan. Karyawan hanya dapat mengajukan klaim atas biaya pengobatan, apabila
minimal telah mempunyai masa kerja 3 bulan dihitung dari tanggal masuk kerja.
Biaya ini diberikan dengan memakai system penggantian (Reimbursement) dari biaya yang tercantum di kuitansi asli. Atas
biaya pengobatan dan rumah sakit dengan system reimbursement ini, perusahaan akan terkena resiko dikoreksi fiskal
positif oleh pihak fiskus, karena hal ini dapat diartikan sebagai pemberian
dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang
penghasilan bruto perusahaan.
e. Tunjangan
Hari Raya (THR) diberikan berupa uang kepada karyawan dalam setahun sekali.
Jumlah yang diberikan biasanya sesuai dengan gaji pokoknya. Selain tunjangan
dan fasilitas di atas perusahaan juga mengikuti program Jamsostek dalam
memberikan perlindungan bagi karyawannya untuk mengatasi risiko social ekeonomi
tertentu. Jenis program jamsostek yang diberikan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayar perusahaan
dan merupakan penambah penghasilan bruto bagi karyawan yang besarnya sesuai
ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
yaitu:
-
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar
0.89% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja
-
Jaminan Kematian (JK) sebesar 0.3% x
gaji, dibayar oleh pemberi kerja
-
Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3.7% x
gaji, dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh karyawan.
2. Membuat
Satu atau Lebih Perencanaan Kemungkinan Besarnya Pajak
a. Perusahaan
belum melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21, dimana PT ADIS menanggung
semua PPh Pasal 21 atas karyawannya. Dimana hal ini akan merugikan bagi
perusahaan karena sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku bahwa biaya
tersebut tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut
dapat dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No. Kep-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 Pasal 7 huruf e bahwa PPh Pasal 21
yang ditanggung pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan dalam bentuk
natura tidak boleh diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto. Oleh
karena itu, PT ADIS harus lebih cermat dalam melakukan perencanaan pajak atas
PPh Pasal 21 tersebut. Untuk mengatasi hal ini, ada alternative yang dapat
dilakukan manajemen perusahaan yaitu dengan mengubah pengeluaran non deductible tersebut menjadi deductible dengan cara melakukan Gross up. Artinya, perusahaan memberikan
tunjangan pajak sejumlah uang tertentu atau sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang dan memasukkannya sebagai komponen penambah penghasilan bruto karyawan
yang akan dipotong PPh Pasal 21. Metode Gross
up ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan dan perusahaan karena jumlah
pendapatan yang dibawa pulang karyawan dan perusahaan karena jumlah pendapatan
yang dibawa pulang karyawan (take home
pay )akan semakin besar atau tetap dan tidak dipotong pajak, selain itu
tunjangan tersebut dapat dijadikan beban fiscal (deductible expense) bagi perusahaan.
b. Perusahaan
kurang efektif dalam memberikan tunjangan makan kepada karyawannya yang dibayar
bersama gaji bulanan, sebaliknya perusahaan mengganti tunjangan dalam bentuk
uang tersebut dengan menyediakan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan
secara bersama-sama di tempat kerja, karena hal ini diperkenankan sebagai
pengurang penghasilan bruto dan merupakan pengecualian pemberian dalam
bentuk natura atau kenikmatan. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.466/KMK.04/2000 dan Keputusan
Direktur Jendral Pajak no.
Kep-213/PJ/2001 Pasal 1 huruf a yang menyatakan bahwa penyediaan makanan dan
minuman yang diberikan pemberi kerja bagi seluruh karyawan secara bersama-sama termasuk Dewan
Direksi dan Komisaris yang diberikan di tempat kerja dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan objek PPh Pasal 21 sesuai dengan
Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPH No.17 Tahun 2000.
Perlakuan
pajak atas pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan, keamanan dan keselamatan kerja
atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja (deductible
expense)dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan walaupun bukan di
daerah terpencil, dengan menyediakan kan dan minum bagi seluruh karyawan secara
bersama-sama di tempat kerja, dari segi moral akan mendorong semangat
moral-moral akan mendorong semangat kebersamaan dan kesetaraan antara pengusaha
dan karyawannya, sedangkan dari segi efisiensi karyawan tidak perlu pergi
keluar kantor hanya untuk membeli makan siang, sehingga waktu jam kerja pun tidak akan terbuang untuk
hal-hal yang kurang bermanfaat.
c.
Perusahaan meberikan natura atau
kenikmatan khusus kepada direksi dan setingkat manajer berupa fasilitas
kendaraan yaitu mobil melalui system COP
(Car Ownership Program). Hal ini akan merugikan perusahaan karena sesuai UU
PPh No. 17 tahun 2000, pemberian dalam bentuk
natura tidak bisa menjadi
pengurang penghasilan bruto. Sebaliknya,
perusahaan mengalokasikan fasilitas transportasi pegawai tersebut dapat
dijadikan beban fiscal bagi perusahaan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Atas
pemberian fasilitas transportasi ini, perusahaan akan terkena resiko dikoreksi positif
seluruhnya oleh pihak fiskus, karena perusahaan telah memberikan sejumlah uang
tertentu kepada pegawai atas pembelian fasilitas transportasi yang digunakan
untuk tertentu kepada pegawai atas pembelian fasilitas transportasi yang
digunakan untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan operasional
perusahaan. Namun, jika perusahaan memberikan dlam bentuk tunjangan
transportasi, aktiva perusahaan berupa mobil tersebut dapat dijual untuk
digunakan dalam operasional perusahaan, sehingga perusahaan dapat menghemat
beban pemeliharaan kendaraan tersebut.
d. Perusahaan
memberikan biaya pengobatan dan biaya rumah sakit kepada karyawannya dengan
system reimbursement, hal ini akan
merugikan perusahaan, karena hal tersebut merupakan atau dapat diartikan
sebagai pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi
pengurang penghasilan bruto. Sebaliknya perusahaan mengalokasikan biaya reimbursement tersebut menjadi tunjangan
kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan secara rutin baik karyawan tersebut
sakit maupun tidak. Hal ini untuk memastikan tidak ada jumlah aliran uang
tertentu yang diterima, diserahkan atau bisa dinikmati karyawan (objek PPh
Pasal 21) baik yang diterima secara langsung maupun tidak langsung dan beberapa
kelemahan administrasi lainnya yang mungkin terjadi.
Jika
perusahaan menggunakan system reimbursement
atas biaya pengobatan dan rumah sakit, maka akan terkena risiko dilakukan
koreksi positif oleh pihak fiskus karena dianggap ada sejumlah uang tertentu yang
diterima, diserahkan atau bisa dinikmati karyawan dari pembayaran reimbursement tersebut walauoun hanya
sebentar atau sementara. Namun, jika perusahaan mengalokasikannya ke dalam
bentuk tunjangan kesehatan, perusahaan akan dapat memperlakukan biaya tersebut
sebagai biaya fiskal (deductable
expenses) dan dapat menjadi penambah penghasilan bagi karyawan itu sendiri.
Selain
diganti menjadi tunjangan kesehatan, perusahaan juga dapat mengikutkan karyawannya
dalam program asuransi kesehatan, dimana premi tersebut ditanggung oleh
perusahaan atas nama karyawan sehingga dapat dijadikan beban fiskal sebagai
pengurang penghasilan bruto perusahaan dan dikenakan pajak pada karyawan
relatif kecil terhadap tunjangan premi asuransi tersebut.
Penerapan
Perencanaan Pajak terhadap PPh Pasal 21
Berikut contoh beberapa alternative perhitungan PPh
Pasal 21 atas salah seorang pegawai tetap PT ADIS yang akan memperlihatkan
tunjangan pajak yang akan diterimanya:
A adalah Staf Senior Teknikal Bagian Akuntansi pada
PT ADIS dengan masa kerja 12 bulan dan memiliki status (K/1). A menerima gaji
pokok Rp 5.000.000,- setiap bulan ditambah dengan berbagai macam tunjangan yang
diterimanya. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang sesuai dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak No. Kep.545/PJ/2001
Pendapatan A dan tunjangan yang diterimanya yaitu:
Gaji
|
Rp 5.000.000
|
Uang lembur
|
Rp 176.000
|
THR (sekali dalam
setahun)
|
2x gaji
|
Tunjangan Transport
|
Rp 360.000
|
Tunjangan Kesehatan
|
Rp 264.000
|
Tunjangan Makan
|
Rp 312.000
|
Iuran
dibayar oleh Pemberi Kerja :
|
|
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK)
|
0,89% x gaji
|
Premi Jaminan
Kematian (JK)
|
0,3%
x gaji
|
Iuran Jaminan Hari
Tua (JHT)
|
3,7%
x gaji
|
Iuran
dibayar oleh A:
|
|
Iuran Jaminan Hari
Tua (JHT)
|
2%
x gaji
|
Perhitungan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan 4
alternatif yaitu:
1. Alternatif
1 : PPh pasal 21 Ditanggung Pegawai
2. Alternatif
2 : PPh pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja
3. Alternatif
3 : PPh pasal 21 Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak
4. Alternatif
4 : PPh pasal 21 di Gross up
Perhitungan PPH
Pasal 21 Tahun 2004 SalahSeorang Pegawai Tetap PT ADIS yang telah di setahunkan:
Keterangan
|
Ditanggung karyawan/
|
Diberikan dalam bentuk
|
Di gross up
|
Pemberi kerja
|
tunjangan pajak
|
||
Gaji setahun
|
Rp 60,000,000
|
Rp 60,000,000
|
Rp 60,000,000
|
Uang Lembur
|
Rp 2,112,000
|
Rp 2,112,000
|
Rp 14,000,000
|
THR
|
Rp 10,000,000
|
Rp 10,000,000
|
Rp 10,000,000
|
Tunjangan Transport
|
Rp 4,320,000
|
Rp 4,320,000
|
Rp 4,320,000
|
Tunjangan Kesehatan
|
Rp 3,168,000
|
Rp 3,168,000
|
Rp 3,168,000
|
Tunjangan Makan
|
Rp 3,744,000
|
Rp 3,744,000
|
Rp 3,744,000
|
Tunjangan Pajak
|
-
|
Rp 4,206,700
|
Rp 6,419,647
|
Iuran yang dibayar oleh
|
|||
pemberi kerja:
|
|||
Premi JKK (0,89% x gaji)
|
Rp 534,000
|
Rp 534,000
|
Rp 534,000
|
Premi JK (0,3% x gaji)
|
Rp 180,000
|
Rp 180,000
|
Rp 180,000
|
Jumlah penghasilan bruto
|
Rp 84,058,000
|
RP
88,264,700
|
Rp 102,365,647
|
Pengurang:
|
|||
Biaya jabatan (5% * 60.000.000)
|
Rp 3,000,000
|
Rp 3,000,000
|
Rp 3,000,000
|
Iuran yang dibayar
|
|||
oleh
pegawai:
|
|||
Iuran JHT 2%
|
Rp 1,200,000
|
Rp 1,200,000
|
Rp 1,200,000
|
Penghasilan neto setahun
|
Rp 79,858,000
|
Rp
84,064,700
|
Rp 98,165,647
|
PTKP (K/1)
|
Rp 18,480,000
|
Rp
18,480,000
|
Rp 18,480,000
|
Penghasilan kena pajak
|
Rp 61,378,000
|
Rp 65,584,700
|
Rp 79,685,647
|
PPh Pasal 21
|
|||
5%
|
Rp 2,500,000
|
Rp 2,500,000
|
Rp 2,500,000
|
15%
|
Rp 1,706,700
|
Rp 2,337,705
|
Rp 4,452,847
|
25%
|
-
|
||
30%
|
|||
PPh pasal 21 setahun
|
Rp 4,206,700
|
Rp 4,837,705
|
Rp 6,952,847
|
Tunjangan Pajak
|
-
|
Rp 4,206,700
|
Rp 6,419,647
|
PPh pasal 21 yang harus disetor/dipotong
dari penghasilan karyawan
|
Rp 4,206,700
|
Rp 631,005
|
Rp 533,200
|
PTKP
Penghasilan Tidak Kena
Pajak
|
|
Menikah
|
Rp 1,320,000
|
Anak 1
|
Rp 1,320,000
|
WP Pribadi
|
Rp 15,840,000
|
PTKP
|
Rp 18,480,000
|
Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan
Pajak (PKPSTP)
Tunjangan Pajak = 1/204 (3 x PKPSTP – 75.000.000) x 12
=
1/204 (3 x 61.378.000 – 75.000.000) x 12
=
6.419.647
Penjelasan:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
|
Tunjangan Pajak
|
PKP < Rp
25.000.000,-
|
1/228,6 (PKPSTP- 0)
|
Rp 25.000.000,- < PKP < Rp 50.000.000,-
|
1/208 (PKPSTP-12.500.000)
|
Rp 50.000.000,- < PKP
< Rp 100.000.000,-
|
1/204 (3 x
PKPSTP-75.000.000)
|
Rp 100.000.000,- <
PKP < Rp 200.000.000,-
|
1/36 (PKPSTP-55.000.000)
|
Rp 200.000.000,- <
PKP
|
10/78 (0,35 x PKPSTP-33.750.000)
|
3.
Mengevaluasi Pelaksanaan Rencana Pajak
PT.
ADIS melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode
gross up. Perencanaan pajak terhadap biaya-biaya, seperti biaya pengobatan dan
biaya rumah sakit, uang lembur dan THR, Tunjangan karyawan (tunjangan
transport, tunjangan makan) dapat mengurangi pajak penghasilan perusahaan yang
terutang, karena biaya-biaya tersebut dapat dialihkan menjadi biaya dapat
diperkurangkan dalam perhitungan fiskal. Biaya dan tunjangan tersebut merupakan
kenikmatan atau bersifat natura yang jika diberikan dalam bentuk uang tunai
langsung akan menambah penghasilan bagi karyawan. Dengan ini beban perusahaan akan
bertambah dan akan mengurangi laba perusahaan sehingga PPh terutang perusahaan
juga akan berkurang.
4.
Mencari Kelemahan dan Kemudian Memperbaiki Kembali
Rencana Pajak
Tujuan
perencanaan pajak agar dapat mengefisiensikan biaya pajak yang terutang tanpa
mengorbankan kepentingan karyawannya. Setiap perencanaan pajak yang dilakukan
diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Namun tidak menutup
kemungkinan, perencanaan pajak ini dapat menimbulkan dampak yang tidak baik,
baik dari sisi perusahaan maupun dari sisi karyawan.
Kelemahan terkait dengan perencanaan pajak di atas
yaitu pada tunjangan kesehatan. Perusahaan akan memberikan sejumlah uang diluar
gaji pokok khusus untuk kesehatan. Dengan demikian, maka tidak menutup
kemungkinan biaya pengobatan yang ditanggung oleh karyawan lebih besar
dibandingkan dengan tunjangan kesehatan yang diberikan. Oleh karena itu dalam
menentukan besaran nilai dari tunjangan yang diterima oleh karyawan, maka
sebaiknya perusahaan menetapkan kebijakan yang tepat berkaitan dengan tunjangan
kesehatan.
5.
Memutakhirkan rencana pajak
Gambaran dari 4 alternatif
yang ada:
Keterangan
|
Alternatif I
|
Alternatif II
|
Alternatif III
|
Alternatif IV
|
|
Take home pay
|
|||||
Gaji dan Tunjangan
|
Rp 83,344,000
|
83,344,000
|
87,550,700
|
101,651,647
|
|
Dikurangi:
|
|||||
Iuran JHT 2%
|
1,200,000
|
1,200,000
|
1,200,000
|
1,200,000
|
|
PPh Pasal 21
|
4,206,700
|
-
|
4,837,705
|
6,419,647
|
|
Jumlah
|
77,937,300
|
82,144,000
|
81,512,995
|
94,032,000
|
|
Biaya Fiskal:
|
|||||
Penghasilan Bruto
|
84,058,000
|
84,058,000
|
88,264,700
|
102,365,647
|
|
Jumlah Biaya Fiskal
|
84,058,000
|
84,058,000
|
88,264,700
|
102,365,647
|
|
Biaya Komersial:
|
|||||
Biaya fiskal
|
84,058,000
|
84,058,000
|
88,264,700
|
102,365,647
|
|
Ditambah:
|
|||||
Iuran JHT 2%
|
1,200,000
|
1,200,000
|
1,200,000
|
1,200,000
|
|
PPh Pasal 21
|
4,206,700
|
||||
Jumlah Biaya Komersial
|
85,258,000
|
89,464,700
|
89,464,700
|
103,565,647
|
|
Selisih Biaya fiskal
& Biaya Komersial
|
Rp 1,200,000
|
Rp 5,406,700
|
Rp 1,200,000
|
Rp 1,200,000
|
|
Uraian PPh Pasal 21
|
Take home pay
|
Biaya Fiskal
|
Biaya Komersial
|
Selisih Biaya Fiskal & Biaya Komersial
|
|
Ditanggung Pegawai
|
Rp 77,937,300
|
Rp 84,058,000
|
Rp 85,258,000
|
, Rp
1,200,000
|
|
Ditanggung perusahaan
|
Rp
82,144,000
|
Rp 84,058,000
|
Rp 89,464,700
|
Rp 5,406,700
|
|
Diberikan tunjangan pajak
|
Rp
81,512,995
|
Rp 88,264,700
|
Rp 89,464,700
|
Rp 1,200,000
|
|
Di gross up
|
Rp
94,032,000
|
Rp
102,365,647
|
Rp 103,565,647
|
Rp 1,200,000
|
|
a. Dari
alternatif diatas, perusahaan dapat memilih alternatif keempat, sebab gaji yang diperoleh karyawan merupakan
setahun gaji dengan jumlah yang terbesar sebesar Rp 94.032.000, dan di lain pihak
perusahaan akan menanggung selisih
antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak
berbeda dengan alternatif lainnya Rp 1.200.000. hal ini dapat menghemat PPh Pasal 21 karyawan
tersebut. Jika dilihat dari biaya komersial, biaya fiskal yang besar tersebut
akan terlihat seeperti suatu pemborosan, namun tidak demikian, dengan biaya
fiskal yang besar tersebut nantinya akan berdampak pada laba sebelum pajak yang
akan menjadi lebih kecil dan PPh Badan yang terutang pun menjadi lebih kecil.
b. Alternatif
kedua dengan PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan memang menguntungkan
karyawan, karena gaji yang diperoleh setahun memiliki selisih biaya fiskal dan
komersial yang terbesar yaitu Rp 5.406.700 (Disebabkan adanya kenikmatan berupa
pajak yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 4.206.700 + iuran JHT sebesar Rp
1.200.000). Alternatif kedua ini merupakan alternatif yang disarankan untuk
tidak digunakan, karena akan menimbulkan koreksi
fiskal sebesar Rp 5.406.700 yang berarti
adanya tambahan pajak penghasilan .
c. Alternatif ketiga akan merugikan karyawan,
meskipun memiliki selisih biaya fiskal dan komersial sama dengan alternatif
pertama dan keempat sebesar Rp 1.200.000, namun gaji yang diperoleh karyawan
setahun sebesar Rp 81.512. 995 kurang maksimal karena tunjangan pajak yang
diterima karyawan pun nilainya kurang maksimal.
d. Alternatif
pertama sebaiknya tidak dilakukan peusahaan, karena hal ini akan merugikan
kedua belah pihak, baik itu karyawan maupun perusahaan, dimana gaji yang
diperoleh karyawan dalam setahun memiliki jumlah terkecil dari alternatif yang
lainnya yaitu sebesar Rp 77.937.300 meskipun selisih antara biaya fiskal dan
biaya komersial memiliki nilai yang sama besarnya dengan alternative lainnya.
Hal ini akan terjadi koreksi fiskal sebesar Rp 1.200.000, yang dapat
mengakibatkan jumlah PPh Badan bertambah.
Langganan:
Postingan (Atom)