Sabtu, 19 Januari 2013

KISAH



Seorang ibu berusia 59 tahun bernama Hastuti di Jati Asih Bekasi saat itu sedang gamang. Ia tengah berdiri di sebuah konter bank setelah menarik dana sebesar 1 juta rupiah dari Teller. Rasa sedih menghinggapinya lagi. Hampir saja ia menangis meratapi jumlah saldo tabungannya yang kini tersisa 7 juta sekian.

Bukan masalah duit yang tersisa yang sebenarnya yang membuat ia hampir menangis. Namun, sungguh saldo itu semakin jauh saja dari Biaya Setoran Haji yang berjumlah 28 juta.

Sudah berkali-kali ia mencoba menyisihkan uang yang ia miliki untuk dapat berhaji. Namun sudah berulang kali angka saldo itu tidak pernah lebih dari 8 juta. Setiap kali sampai angka tersebut, selalu ada saja keperluan mendesak yang harus ia tutupi. Jadi, saldo di tabungan bukannya makin bertambah, yang ada selalu kurang dan berkurang.

Semalam Hastuti tak kuasa menahan gundahnya. Ia laporkan kegalauannya kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dalam doa dan munajat.

Seolah mendapat ilham dari Allah, paginya ia menarik dana sebesar 1 juta. Kali ini dana yang ia tarik bukan untuk keperluannya pribadi, namun uang sejumlah itu akan ia infakkan kepada anak-anak yatim yang berada di lingkungannya.

Sejak pagi, ibu Hastuti sudah keluar dari rumah. Menjelang sore, baru ia kembali setelah mengambil uang di bank dan kemudian membagikannya kepada anak-anak yatim di sekitar.

Ia tiba di rumah pada pukul setengah empat sore. Ia langsung menuju kamar. Usai ganti baju dan shalat Ashar, ia panggil pembantunya yang bernama Ijah untuk membuatkan secangkir teh.

Ijah pun datang dan membawakan teh untuk sang Majikan. Dalam rumah seluas 200 meter itu, hanya mereka berdua yang mendiami. Ibu Hastuti adalah seorang perempuan yang sudah belasan tahun menjanda. Ia memilik 3 orang putra dan 2 putri. Kini semuanya telah berkeluarga dan meninggalkan rumah. Ibu Hastuti tinggal sendiri bersama Ijah dalam masa tuanya. Hal ini mungkin adalah sebuah potret lumrah masyarakat modern Indonesia zaman sekarang.

Saat Ijah datang membawa teh pesanan majikannya. Setelah meletakkan cangkir teh di meja, Ijah mendekat ke arah majikannya untuk memyampaikan sebuah berita.

"Bu..., tadi saat ibu pergi, den Bagus datang kira-kira jam 9. Ia tadinya mencari ibu, tapi karena ibu gak ada di rumah, ia nulis surat dan nitipkan sebuah amplop cokelat."

Ibu Hastuti pun kemudian mengatakan, "Oalah... Kok nggak bilang-bilang kalau mau datang. Aku khan juga kangen. Sudah lama gak ketemu. Ayo, mana Jah suratnya. Mungkin dia juga kesel sudah datang jauh-jauh tapi gak ketemu dengan bundanya."

Ijah pun masuk kembali untuk mengambil surat den Bagus dan amplop yang dititipkan. Amplop cokelat itu seperti berisikan sejumlah uang. Bentuknya pun tebal. Apalagi dalam amplop tersebut bertuliskan logo sebuah bank. Namun hasrat untuk membuka amplop itupun ditahan oleh Bu Hastuti. Tangannya kemudian bergerak ke selembar kertas yang disebut sebagai surat oleh Ijah.

Bu Hastuti mulai membacanya. Diawali dengan basmalah dan salam, surat itu dibuka. Tak lupa ucapan dan doa kesehatan untuk bunda dari anak-anaknya.

Tak lebih dari 2 menit, surat itu telah selesai dibaca oleh ibu Hastuti. Namun dalam masa yang singkat itu, air mata membanjiri kedua matanya, mengalir deras menetesi pipi dan beberapa bulir terlihat jatuh di surat yang ia pegang. Kemudian ia pun mengintip uang yang berada dalam amplop cokelat itu. Kemudian ia berucap kata "Subhanallah!" berulang-ulang seraya memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan atas anugerah yang tiada terkira.

Seusai mengontrol hatinya, ia segera menelpon Bagus, anak pertamanya. Saat nada sambung terdengar, ia menarik nafas yang dalam. Begitu tersambung, bu Hastuti langsung mengucapkan salam dan mengatakan,

"Terima kasih ya Nduk... Subhanallah, padahal baru semalam ibu berdoa mengadu kepada Allah kepingin berhaji, tapi ibu malu mau cerita kepada kalian semua. Takut ngerepotin... Eh, kok malah pagi-pagi kalian semua sudah nganterin duit sebanyak itu. Makasih ya, Nak... Nanti ibu juga mau telponin adik-adikmu yang lain. Semoga murah rezeki dan tambah berkah!"

Di seberang sana, Bagus putra pertamanya berkata,

"Sama-sama bu... Itu hanya kebetulan kok. Beberapa hari lalu, saya ajak adik-adik untuk rembugan supaya dapat menghajikan ibu. Kebetulan kami semua lagi diberi kelapangan, maka Alhamdulillah uang itu dapat terkumpul. Mudah-mudahan ibu bisa berhaji selekas mungkin...."

Nada suara Bagus terdengar ceria oleh ibunya. Seceria hati Hastuti kini. Sudah lama ia bersabar untuk dapat berhaji ke Baitullah.

Alhamdulillah setelah penantian sekian lama, Allah lapangkan jalan bu Hastuti untuk datang ke rumah-Nya dengan begitu mudah. Dengan dana Rp 30 juta dari anak-anaknya, niat untuk berhaji pun ia wujudkan pada tahun 2004.

Walillahil Hamd!

Sungguh dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Sungguh dalam setiap kesulitan, ada kemudahan! (QS. Al-Insyirah [94] : 5-6)

Pilihlah jodoh dengan dua cara..



-- Pertama, jadilah orang yang baik. Insya Allah, kita akan mendapat jodoh yang baik.

-- Kedua, ikutlah pilihan orang yang baik. Orang yang baik akan memilih yang baik untuk jadi pasangan hidup kita.”

+++

Prinsip jodoh itu :

Berikanlah yang terbaik untuk Allah maka Allah akan berikan yang terbaik untukmu...Cintailah Allah sungguh-sungguh(Q.S.3:31)... maka Allah akan kirimkan orang yang mencintaimu karena Allah... Sayangilah Allah dengan segenap jiwa ragamu.. maka akan Allah kirimkan orang yg menyayangimu segenap jiwa raganya...(Q,S.24:26)

Perencanaan Pajak

1.      Menganalisis Informasi Yang Dimiliki Perusaahaan
Informasi yang terkait  laporan keuangan pada PT. ADIS yaitu sebagai berikut:
a.       Uang lembur, diberikan kepada karyawan yang terlibat langsung dalam pengerjaan tugas tertentu yang telah bekerja lebih dari jam kerja normal yaitu di atas pukul lima sore sampai dengan pukul tujuh malam. Uang lembur hanya diberikan kepada golongan tertentu saja dan diterma karyawan bersamaan dengan gaji bulanan.
b.      Tunjangan makan diberikan bersamaan dengan gaji bulanan berdasarkan jumlah hari kerja karyawan, besarnya tunjangan diberikan sesuai dengan golongan masing-masing karyawan.
c.       Tunjangan transportasi kepada karyawan untuk membantu biaya transportasi pulang dan pergi  dan ke tempat kerja yang diberikan bersama gaji bulanan berdasarkan jumlah hari kerja karyawan. Khusus untuk posisi direksi dan setingkat manajer mendapatkan fasilitas kendaraan yaitu mobil melalui system COP (Car Ownership Program), dimana biaya pembelian mobil sebagian dibiayakan oleh perusahaan dengan budget khusus yang telah  disediakan dan selebihnya ditanggung karyawan tersebut, dengan perjanjian mobil dapat dibawa pulang karyawan dan BPKB kendaraan tersebut tetap atas nama karyawan namun  dupegang oleh perusahaan dalam jangka waktu 5 tahun sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan.
Hal ini dimaksudkan agar dalam jangka waktu tersebut tetap dimiliki ikatan kerja sebagai karyawan atau dengan kata lain tidak boleh mengundurkan diri dari perusahaan. Setelah melewati masa 5 tahun. BPKB tersebut dapat dipegang oleh karyawan. Untuk biaya-biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut baik fasilitas perbaikan dan perawatan suku cadang kendaraan seperti bensin, ili dan lain sebagainya ditanggung oleh perusahaan dengan memberikan tunjangan COP yang dibayar bersama dengan gaji bulanan dan perusahaan telah memotong pajak atas tunjangan tersebut. Atas pemberian fasilitas transportasi ini, perusahaan akan terkena risiko dikoreksi oleh pihak fiskus yaitu koreksi positif, karena dapat diartikan sebagai pemberian natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.
d.      Selain memberikana tunjangan kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan, perusahaan juga memberikan biaya pengobatan dan rumah sakit kepada karyawan dan atau keluarga karyawan yang menderita sakit ringan biasa atau  melakukan rawat inap dirumah sakit yang besarnya disesuaikan dengan system batas atas (plafon) yang berbeda-beda tiap golongan. Karyawan hanya dapat mengajukan klaim atas biaya pengobatan, apabila minimal telah mempunyai masa kerja 3 bulan dihitung dari tanggal masuk kerja. Biaya ini diberikan dengan memakai system penggantian (Reimbursement) dari biaya yang tercantum di kuitansi asli. Atas biaya pengobatan dan rumah sakit dengan system reimbursement ini, perusahaan akan terkena resiko dikoreksi fiskal positif oleh pihak fiskus, karena hal ini dapat diartikan sebagai pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.
e.       Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan berupa uang kepada karyawan dalam setahun sekali. Jumlah yang diberikan biasanya sesuai dengan gaji pokoknya. Selain tunjangan dan fasilitas di atas perusahaan juga mengikuti program Jamsostek dalam memberikan perlindungan bagi karyawannya untuk mengatasi risiko social ekeonomi tertentu. Jenis program jamsostek yang diberikan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayar perusahaan dan merupakan penambah penghasilan bruto bagi karyawan yang besarnya sesuai ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu:

-          Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0.89% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja
-          Jaminan Kematian (JK) sebesar 0.3% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja
-          Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3.7% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh karyawan.
2.      Membuat Satu atau Lebih Perencanaan Kemungkinan Besarnya Pajak
a.       Perusahaan belum melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21, dimana PT ADIS menanggung semua PPh Pasal 21 atas karyawannya. Dimana hal ini akan merugikan bagi perusahaan karena sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku bahwa biaya tersebut tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 Pasal 7 huruf e bahwa PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan dalam bentuk natura tidak boleh diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto. Oleh karena itu, PT ADIS harus lebih cermat dalam melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 tersebut. Untuk mengatasi hal ini, ada alternative yang dapat dilakukan manajemen perusahaan yaitu dengan mengubah pengeluaran non deductible tersebut menjadi deductible dengan cara melakukan Gross up. Artinya, perusahaan memberikan tunjangan pajak sejumlah uang tertentu atau sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dan memasukkannya sebagai komponen penambah penghasilan bruto karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21. Metode Gross up ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan dan perusahaan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan dan perusahaan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan (take home pay )akan semakin besar atau tetap dan tidak dipotong pajak, selain itu tunjangan tersebut dapat dijadikan beban fiscal (deductible expense) bagi perusahaan.
b.      Perusahaan kurang efektif dalam memberikan tunjangan makan kepada karyawannya yang dibayar bersama gaji bulanan, sebaliknya perusahaan mengganti tunjangan dalam bentuk uang tersebut dengan menyediakan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama di tempat kerja, karena hal ini diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto dan merupakan pengecualian pemberian dalam bentuk  natura atau kenikmatan. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.466/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jendral  Pajak no. Kep-213/PJ/2001 Pasal 1 huruf a yang menyatakan bahwa penyediaan makanan dan minuman yang diberikan pemberi kerja bagi seluruh  karyawan secara bersama-sama termasuk Dewan Direksi dan Komisaris yang diberikan di tempat kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan objek PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPH No.17 Tahun 2000.
Perlakuan pajak atas pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan, keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expense)dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan walaupun bukan di daerah terpencil, dengan menyediakan kan dan minum bagi seluruh karyawan secara bersama-sama di tempat kerja, dari segi moral akan mendorong semangat moral-moral akan mendorong semangat kebersamaan dan kesetaraan antara pengusaha dan karyawannya, sedangkan dari segi efisiensi karyawan tidak perlu pergi keluar kantor hanya untuk membeli makan siang, sehingga waktu  jam kerja pun tidak akan terbuang untuk hal-hal yang kurang  bermanfaat.
c.       Perusahaan meberikan natura atau kenikmatan khusus kepada direksi dan setingkat manajer berupa fasilitas kendaraan yaitu mobil melalui system COP (Car Ownership Program). Hal ini akan merugikan perusahaan karena sesuai UU PPh No. 17 tahun 2000, pemberian dalam bentuk  natura tidak  bisa menjadi pengurang penghasilan  bruto. Sebaliknya, perusahaan mengalokasikan fasilitas transportasi pegawai tersebut dapat dijadikan beban fiscal bagi perusahaan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Atas pemberian fasilitas transportasi ini, perusahaan akan terkena resiko dikoreksi positif seluruhnya oleh pihak fiskus, karena perusahaan telah memberikan sejumlah uang tertentu kepada pegawai atas pembelian fasilitas transportasi yang digunakan untuk tertentu kepada pegawai atas pembelian fasilitas transportasi yang digunakan untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan operasional perusahaan. Namun, jika perusahaan memberikan dlam bentuk tunjangan transportasi, aktiva perusahaan berupa mobil tersebut dapat dijual untuk digunakan dalam operasional perusahaan, sehingga perusahaan dapat menghemat beban pemeliharaan kendaraan tersebut.
d.      Perusahaan memberikan biaya pengobatan dan biaya rumah sakit kepada karyawannya dengan system reimbursement, hal ini akan merugikan perusahaan, karena hal tersebut merupakan atau dapat diartikan sebagai pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto. Sebaliknya perusahaan mengalokasikan biaya reimbursement tersebut menjadi tunjangan kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan secara rutin baik karyawan tersebut sakit maupun tidak. Hal ini untuk memastikan tidak ada jumlah aliran uang tertentu yang diterima, diserahkan atau bisa dinikmati karyawan (objek PPh Pasal 21) baik yang diterima secara langsung maupun tidak langsung dan beberapa kelemahan administrasi lainnya yang mungkin terjadi.
Jika perusahaan menggunakan system reimbursement atas biaya pengobatan dan rumah sakit, maka akan terkena risiko dilakukan koreksi positif oleh pihak fiskus karena dianggap ada sejumlah uang tertentu yang diterima, diserahkan atau bisa dinikmati karyawan dari pembayaran reimbursement tersebut walauoun hanya sebentar atau sementara. Namun, jika perusahaan mengalokasikannya ke dalam bentuk tunjangan kesehatan, perusahaan akan dapat memperlakukan biaya tersebut sebagai biaya fiskal (deductable expenses) dan dapat menjadi penambah penghasilan bagi karyawan itu sendiri.
Selain diganti menjadi tunjangan kesehatan, perusahaan juga dapat mengikutkan karyawannya dalam program asuransi kesehatan, dimana premi tersebut ditanggung oleh perusahaan atas nama karyawan sehingga dapat dijadikan beban fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan dan dikenakan pajak pada karyawan relatif kecil terhadap tunjangan premi asuransi tersebut.


Penerapan Perencanaan Pajak terhadap PPh Pasal 21
Berikut contoh beberapa alternative perhitungan PPh Pasal 21 atas salah seorang pegawai tetap PT ADIS yang akan memperlihatkan tunjangan pajak yang akan diterimanya:
A adalah Staf Senior Teknikal Bagian Akuntansi pada PT ADIS dengan masa kerja 12 bulan dan memiliki status (K/1). A menerima gaji pokok Rp 5.000.000,- setiap bulan ditambah dengan berbagai macam tunjangan yang diterimanya. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep.545/PJ/2001
Pendapatan A dan tunjangan yang diterimanya yaitu:
Gaji
Rp 5.000.000
Uang lembur
Rp   176.000
THR (sekali dalam setahun)
  2x gaji
Tunjangan Transport
Rp   360.000
Tunjangan Kesehatan
Rp   264.000
Tunjangan Makan
Rp   312.000
Iuran dibayar oleh Pemberi Kerja :

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
   0,89% x gaji
Premi Jaminan Kematian (JK)
   0,3%  x gaji
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
   3,7%  x gaji
Iuran dibayar oleh A:

Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
    2%   x gaji

Perhitungan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan 4 alternatif yaitu:       
1.      Alternatif 1 : PPh pasal 21 Ditanggung Pegawai
2.      Alternatif 2 : PPh pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja
3.      Alternatif 3 : PPh pasal 21 Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak
4.      Alternatif 4 : PPh pasal 21 di Gross up
Perhitungan PPH Pasal 21 Tahun 2004 SalahSeorang Pegawai Tetap PT ADIS  yang telah di setahunkan:
Keterangan
Ditanggung karyawan/
Diberikan dalam bentuk
Di gross up
Pemberi kerja
tunjangan pajak
Gaji setahun
 Rp     60,000,000
 Rp    60,000,000
 Rp                  60,000,000
Uang Lembur
 Rp       2,112,000
 Rp      2,112,000
 Rp                  14,000,000
THR
 Rp     10,000,000
 Rp    10,000,000
 Rp                  10,000,000
Tunjangan Transport
 Rp      4,320,000
 Rp     4,320,000
 Rp                   4,320,000
Tunjangan Kesehatan
 Rp      3,168,000
 Rp     3,168,000
 Rp                   3,168,000
Tunjangan Makan
 Rp      3,744,000
 Rp     3,744,000
 Rp                   3,744,000
Tunjangan Pajak
 -
 Rp     4,206,700
 Rp                   6,419,647
Iuran yang dibayar oleh



pemberi kerja:



Premi JKK (0,89% x gaji)
 Rp        534,000
 Rp       534,000
 Rp                      534,000
Premi JK (0,3% x gaji)
 Rp        180,000
 Rp       180,000
 Rp                      180,000
Jumlah penghasilan bruto
 Rp   84,058,000
 RP 88,264,700
 Rp             102,365,647




Pengurang:



Biaya jabatan (5% * 60.000.000)
 Rp      3,000,000
 Rp    3,000,000
 Rp                   3,000,000
Iuran yang dibayar



 oleh pegawai:



Iuran JHT 2%
 Rp      1,200,000
 Rp   1,200,000
 Rp                   1,200,000
Penghasilan neto setahun
 Rp   79,858,000
 Rp 84,064,700                   
 Rp       98,165,647        
PTKP (K/1)
 Rp   18,480,000
 Rp 18,480,000
 Rp               18,480,000




Penghasilan kena pajak
 Rp   61,378,000
 Rp  65,584,700
 Rp                  79,685,647
PPh Pasal 21



5%
 Rp     2,500,000
 Rp   2,500,000
 Rp                   2,500,000
15%
 Rp     1,706,700
 Rp   2,337,705
 Rp                   4,452,847
25%
                 -


30%



PPh pasal 21 setahun
 Rp    4,206,700
 Rp  4,837,705
 Rp                 6,952,847
Tunjangan Pajak
                 -
 Rp   4,206,700
 Rp                   6,419,647
PPh pasal 21 yang harus disetor/dipotong dari  penghasilan karyawan
 Rp    4,206,700
 Rp     631,005
 Rp                    533,200

PTKP
Penghasilan Tidak Kena Pajak

Menikah
 Rp                           1,320,000
Anak 1
 Rp                            1,320,000
WP Pribadi
 Rp                          15,840,000
PTKP
 Rp                          18,480,000

Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak (PKPSTP)
Tunjangan Pajak          = 1/204 (3 x PKPSTP – 75.000.000) x 12
                                    = 1/204 (3 x 61.378.000  – 75.000.000) x 12
                                    = 6.419.647
Penjelasan:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tunjangan Pajak
PKP < Rp 25.000.000,-
1/228,6 (PKPSTP- 0)
Rp   25.000.000,- < PKP < Rp    50.000.000,-
1/208    (PKPSTP-12.500.000)
Rp   50.000.000,- < PKP < Rp  100.000.000,-
1/204    (3 x PKPSTP-75.000.000)
Rp 100.000.000,- < PKP < Rp  200.000.000,-
1/36      (PKPSTP-55.000.000)
Rp 200.000.000,- < PKP
10/78    (0,35 x PKPSTP-33.750.000)




3.      Mengevaluasi Pelaksanaan Rencana Pajak
PT. ADIS melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode gross up. Perencanaan pajak terhadap biaya-biaya, seperti biaya pengobatan dan biaya rumah sakit, uang lembur dan THR, Tunjangan karyawan (tunjangan transport, tunjangan makan) dapat mengurangi pajak penghasilan perusahaan yang terutang, karena biaya-biaya tersebut dapat dialihkan menjadi biaya dapat diperkurangkan dalam perhitungan fiskal. Biaya dan tunjangan tersebut merupakan kenikmatan atau bersifat natura yang jika diberikan dalam bentuk uang tunai langsung akan menambah penghasilan bagi karyawan. Dengan ini beban perusahaan akan bertambah dan akan mengurangi laba perusahaan sehingga PPh terutang perusahaan juga akan berkurang.
4.      Mencari Kelemahan dan Kemudian Memperbaiki Kembali Rencana Pajak
Tujuan perencanaan pajak agar dapat mengefisiensikan biaya pajak yang terutang tanpa mengorbankan kepentingan karyawannya. Setiap perencanaan pajak yang dilakukan diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Namun tidak menutup kemungkinan, perencanaan pajak ini dapat menimbulkan dampak yang tidak baik, baik dari sisi perusahaan maupun dari sisi karyawan.

Kelemahan terkait dengan perencanaan pajak di atas yaitu pada tunjangan kesehatan. Perusahaan akan memberikan sejumlah uang diluar gaji pokok khusus untuk kesehatan. Dengan demikian, maka tidak menutup kemungkinan biaya pengobatan yang ditanggung oleh karyawan lebih besar dibandingkan dengan tunjangan kesehatan yang diberikan. Oleh karena itu dalam menentukan besaran nilai dari tunjangan yang diterima oleh karyawan, maka sebaiknya perusahaan menetapkan kebijakan yang tepat berkaitan dengan tunjangan kesehatan.
5.      Memutakhirkan rencana pajak
Gambaran dari 4 alternatif  yang ada:
Keterangan
Alternatif I
Alternatif II
Alternatif III
Alternatif IV

Take home pay





Gaji dan Tunjangan
 Rp     83,344,000
      83,344,000
                                 87,550,700
  101,651,647

Dikurangi:





Iuran JHT 2%
        1,200,000
                                             1,200,000
                               1,200,000
                        1,200,000

PPh Pasal 21
                                                                4,206,700
-
                                4,837,705
                             6,419,647

Jumlah
 77,937,300
 82,144,000
                    81,512,995
               94,032,000







Biaya Fiskal:





Penghasilan Bruto
                                     
       84,058,000
                               84,058,000
                               88,264,700
                            102,365,647

Jumlah Biaya Fiskal
                       84,058,000
                  84,058,000
                   88,264,700
              102,365,647







Biaya Komersial:





Biaya fiskal
                                     84,058,000
                             84,058,000
                                88,264,700
                           102,365,647

Ditambah:





Iuran JHT 2%
                                    1,200,000
                              1,200,000
                                 1,200,000
                            1,200,000

PPh Pasal 21

                             4,206,700



Jumlah Biaya Komersial
                     85,258,000
                   89,464,700
                  89,464,700
               103,565,647

Selisih Biaya fiskal & Biaya Komersial
   Rp  1,200,000
Rp     5,406,700
Rp 1,200,000
 Rp 1,200,000


        




Uraian PPh Pasal 21
Take home pay
Biaya Fiskal
Biaya Komersial
Selisih Biaya Fiskal & Biaya Komersial


Ditanggung Pegawai
                               Rp 77,937,300
                                  
Rp   84,058,000
 Rp   85,258,000
                                                                                            ,  Rp  1,200,000

Ditanggung perusahaan
                                  Rp 82,144,000
                                     Rp   84,058,000
 Rp   89,464,700
                                                                                         Rp   5,406,700

Diberikan tunjangan pajak
                                  Rp 81,512,995
                                       Rp   88,264,700
 Rp   89,464,700
                                                                                         Rp   1,200,000

Di gross up
                                 Rp 94,032,000
                                    Rp 102,365,647
Rp 103,565,647
                                                                                         Rp  1,200,000










a.       Dari alternatif diatas, perusahaan dapat memilih alternatif keempat, sebab gaji yang diperoleh karyawan merupakan setahun gaji dengan jumlah yang terbesar sebesar Rp 94.032.000, dan di lain pihak perusahaan akan menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda dengan alternatif lainnya Rp 1.200.000. hal ini dapat menghemat PPh Pasal 21 karyawan tersebut. Jika dilihat dari biaya komersial, biaya fiskal yang besar tersebut akan terlihat seeperti suatu pemborosan, namun tidak demikian, dengan biaya fiskal yang besar tersebut nantinya akan berdampak pada laba sebelum pajak yang akan menjadi lebih kecil dan PPh Badan yang terutang pun menjadi lebih kecil.
b.      Alternatif kedua dengan PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan memang menguntungkan karyawan, karena gaji yang diperoleh setahun memiliki selisih biaya fiskal dan komersial yang terbesar yaitu Rp 5.406.700 (Disebabkan adanya kenikmatan berupa pajak yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 4.206.700 + iuran JHT sebesar Rp 1.200.000). Alternatif kedua ini merupakan alternatif yang disarankan untuk tidak digunakan, karena akan  menimbulkan koreksi fiskal sebesar Rp 5.406.700 yang berarti adanya  tambahan pajak penghasilan .
c.        Alternatif ketiga akan merugikan karyawan, meskipun memiliki selisih biaya fiskal dan komersial sama dengan alternatif pertama dan keempat sebesar Rp 1.200.000, namun gaji yang diperoleh karyawan setahun sebesar Rp 81.512. 995 kurang maksimal karena tunjangan pajak yang diterima karyawan pun nilainya kurang maksimal.
d.      Alternatif pertama sebaiknya tidak dilakukan peusahaan, karena hal ini akan merugikan kedua belah pihak, baik itu karyawan maupun perusahaan, dimana gaji yang diperoleh karyawan dalam setahun memiliki jumlah terkecil dari alternatif yang lainnya yaitu sebesar Rp 77.937.300 meskipun selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial memiliki nilai yang sama besarnya dengan alternative lainnya. Hal ini akan terjadi koreksi fiskal sebesar Rp 1.200.000, yang dapat mengakibatkan jumlah PPh Badan bertambah.